Pengajaran puisi menjadi bagian tidak terpisahkan dari
pengajaran sastra, sedangkan pengajaran sastra menjadi bagian dari pengajaran
Bahasa dan Sastra Indonesia. Kenyataan ini menunjukkan bahwa pengajaran sastra
termasuk di dalamnya pengajaran puisi tidak berdiri sendiri, melainkan menjadi
bagian tidak terpisahkan dari pengajaran bahasa dan sastra Indonesia.
Dunia pendidikan yang tidak lepas dari pengajaran sastra,
khususnya dalam pengajaran apresiasi puisi di kalangan pelajar mulai dari
tingkat SD sampai SMU belum mendapatkan hasil yang memadai. (Rahmanto,1996:46)
menyatakan bahwa pengajaran sastra terlalu menekankan pada sejarah sastra dan
kurang membawa anak didik ke dalam apresiasi sastra, sehingga sasaran akhirnya
dalam wujud pembinaan apresiasi sastra belum dapat tercapai. Sampai saat ini,
ternyata belum tercapai seperti yang diharapkan, apresiasi di kalangan pelajar
yang mengecewakan. Pengajaran puisi di sekolah sering menekankan pada
teori-teori puisi dan kurang membawa anak didik ke arah apresiasi puisi.
Seringkali guru dalam mengajar menggunakan metode alamiah, yaitu menyuruh siswa
membaca puisi dan menjawab soal-soal yang ada kaitannya dengan puisi tersebut.
Guru tidak mengarahkan bagaimana cara untuk membaca, mengapresiasi dan
menginterpretasi puisi yang baik. Hal tersebut menyebabkan siswa di sekolah
lebih suka membaca cerpen, novel, atau membaca koran daripada menikmati
(membaca) puisi.
Sebagian besar siswa atau mahasiswa membaca cerita rekaan
dan amat jarang membaca kumpulan puisi. Alasan yang dikemukakan para siswa
adalah dalam mebaca puisi, siswa sukar menangkap maksud dan menikmati
keindahannya. Salah satu kesulitan dalam menangkap makna dan keindahan puisi
ditentukan oleh ketidakmampuan siswa dalam mencermati unsur intrinsik. Padahal
pemaknaan unsur intrinsik merupakan hal yang mendasar yang perlu dikuasai oleh
siswa sebelum memahami hal-hal lainnya. Kesulitan memahami unsur intrinsik
banyak dialami oleh siswa SMA. Seperti yang dialami oleh siswa SMAN 16
Surabaya. Oleh sebab itu, selayaknya siswa SMA diberi bekal pemahaman tentang
unsur intrinsik puisi. Pembekalan itu diawali oleh pemahaman atas puisi yang
digemari dan disukai oleh siswa itu sendiri.
Untuk mencapai hasil yang memadai, pengajaran puisi
memerlukan pemikiran yang sungguh-sungguh, perencanaan, dan pengaturan yang
tersusun secara menyeluruh dan sistematis dalam mengapresiasikannya. Pengajaran
apresiasi puisi bukanlah sekedar memindahkan pengetahuan guru kepada anak
didiknya, akan tetapi menambah atau mengasuh kepekaan siswa baik dari segi
emosional, imajinasi, dan dari segi estetikanya. Pengajaran puisi di sekolah
tidak bertujuan untuk mencetak siswa menjadi pujangga, tetapi diarahkan pada
pembentukan manusia yang memiliki kepekaan dan wawasan tentang keindahan puisi.
Pengajaran puisi yang menekankan pada apresiasi puisi dengan
menerapkan teori-teori puisi sebagai sarana penunjang dalam usaha membina
kemampuan apresiasi anak didik, dapat mengantarkan siswa menjadi apresiator
yang baik, hingga mampu menggauli nilai-nilai yang terdapat pada puisi.
Menyadari betapa pentingnya manfaat mengapresiasi dan
menginterpretasi makna puisi, serta kurang berhasilnya pengajaran sastra dapat
menimbulkan beberapa pendapat tentang perlunya diadakan penelitian terhadap
pengajaran sastra khususnya pengajaran apresiasi puisi di sekolah.
Kondisi tersebut mengharuskan siapa saja yang bermaksud
menyusun, melaksanakan dan mengevaluasi program pengajaran sastra di SMA,
termasuk program pengajaran puisi baik secara langsung maupun tidak langsung,
terikat oleh konsep dan ketentuan pengajaran bahasa dan sastra Indonesia.
Konsep dan ketentuan pengajaran bahasa dan sastra Indonesia yang dimaksud
adalah kurikulum pengajaran bahasa dan sastra Indonesia untuk SMA.
Puisi merupakan jenis sastra imajinatif yang mengutamakan
unsur fiksionalitas, nilai seni, dan rekayasa bahasa (Najid, 2002: 18).
Komunikasi dalam puisi berbeda dengan komunikasi dalam prosa, karena makna
puisi bukan menunjukkan pada apa yang tersurat, tetapi juga menunjukkan pada
apa yang tersirat.
Dalam usaha memahami apa yang tersurat dan tersirat, seorang
pembaca harus mampu mengapresiasi dan menafsirkan unsur-unsur pembentuk puisi,
yaitu unsur intrinsik dan unsur ekstrinsik dengan tepat. Kegiatan mengapresiasi
dan menafsirkan unsur pembentuk puisi tersebut, pada dasarnya merupakan langkah
awal dalam usaha memahami makna yang terkandung dalam sebuah puisi.
1. Pembelajaran Kontekstual
Pembelajaran kontekstual merupakan suatu konsepsi yang
membantu guru untuk mengaitkan konteks mata pelajaran dengan situasi dunia
nyata dan memotivasi siswa untuk membuat hubungan antara pengetahuan dan
penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga, warga negara, dan
tenaga kerja (Nurhadi, 2004:13).
Pembelajaran kontekstual atau yang disebut juga CTL
merupakan suatu reaksi terhadap suatu teori yang pada dasarnya behavioristik
dan telah mendominasi pendidikan selama puluhan tahun. Proses pembelajaran ini
berlangsung alamiah dalam bentuk kegiatan siswa bekerja dan mengalami, bukan
transfer pengetahuan dari guru ke siswa. Strategi pembelajaran lebih
dipentingkan daripada hasil. Dalam konteks ini, siswa perlu mengerti apa makna
belajar, apa manfaatnya dalam status mereka, dan bagaimana untuk mencapainya.
Siswa sadar bahwa yang mereka pelajari berguna bagi hidupnya
nanti. Dengan begitu mereka memosisikan sebagai diri sendiri yang memerlukan
suatu bekal untuk hidupnya nanti. Mereka mempelajari apa yang bermanfaat bagi
dirinya dan berusaha menggapainya. Dalam upaya itu, mereka memerlukan guru
sebagai pribadi pengarah dan pembimbing.
Menurut Zahorik (Nurhadi, 2002:7) ada lima elemen yang harus
diperhatikan dalam praktik pembelajaran berpendekatan kontekstual, antara lain:
Ø Aktivasi pengetahuan yang sudah ada (activating
knowledge).
Ø Pemerolehan pengetahuan baru (acquiring
knowledge) yaitu dengan cara menyusun (a) konsep sementara (hipotesis);
(b) melakukan sharing kepada orang lain agar mendapatkan tanggapan (validasi)
dan atas dasar tanggapan itu; (c) konsep tersebut direvisi dan dikembangkan.
Ø Mempraktikkan pengetahuan dan pengalaman
tersebut (applying knowledge).
Ø Melakukan refleksi (reflecting
knowledge) terhadap strategi pengembangan pengetahuan tersebut.
2. Strategi Pelaksanaan Pembelajaran Kontekstual
Pembelajaran kontekstual akan berjalan efektif jika guru
berperan dengan baik dalam hal merencanakan, mengimplementasikan,
merefleksikan, dan menyempurnakan pembelajaran kontekstual yaitu:
Ø Mengutamakan pada pemecahan masalah. Pembelajaran
diawali dengan mengajukan masalah nyata yang kondusif dengan keluarga siswa,
pengalaman, lingkungan, dan masyarakat yang mempunyai arti penting bagi siswa.
Dengan demikian siswa akan berpikir kritis dan sistematis dalam menemukan
permasalahan serta pemecahannya.
Ø Menyadari bahwa kebutuhan belajar siswa terjadi di
rumah, di masyarakat, ataupun di tempat kerja. Pengetahuan siswa akan bertambah
jika siswa memelajari dari lingkungan yang berbeda. Hal ini dapat menambah
kepekaan siswa dalam berinteraksi dengan lingkungan sekitar.
Ø Berusaha memonitor dan mengarahkan siswa menjadi
pembelajar yang mandiri, dengan memberikan kesempatan melakukan uji coba.
Sehingga suatu masalah dapat dimanfaatkan sebagai suatu pengalaman yang tidak
terlapas dari bimbingan guru.
Ø Menyadari bahwa setiap siswa memiliki keheterogenan
dalam konteks hidupnya. Dengan perbedaan tersebut dapat dimanfaatkan untuk
belajar sekaligus menambah kompleksitas pembelajaran itu sendiri. Melalui
kerjasama dalam aktivitas kelompok belajar yang beragam, siswa dapat membangun
keterampilan interpersonal, yaitu berpikir melalui komunikasi dengan orang
lain.
Ø Guru harus bertindak sebagai fasilitator, pelatih,
dan pembimbing akademis dalam mendorong siswa untuk melakukan kerjasama dalam
belajar. Lingkungan pembelajaran terbentuk dalam tempat kerja dan sekolah
kaitannya dengan suatu usaha untuk bersama-sama menggunakan pengetahuan,
memusatkan tujuan pembelajaran dan memperkenankan semua orang untuk belajar
dari sesamanya.
Ø Menggunakan penelitian autentik (authentic assessment).
Selain mengukur seberapa banyak pengetahuan yang telah dikumpulkan oleh siswa,
penilaian ini diharapkan pada akhirnya siswa akan mampu menggunakan
pengetahuannya untuk memecahkan masalah di kehidupan nyata meskipun tarafnya
sederhana.
3. Pembelajaran Kooperatif dalam Sistem STAD
STAD (Student Teams Achievment Devision) merupakan salah
satu sistem pembelajaran kooperatif yang di dalamnya dibentuk kelompok belajar
antar siswa yang terdiri dari empat hingga lima anggota yang mewakili siswa
dengan jenis kelamin dan tingkat kemampuan yang berbeda. Guru memberikan
pelajaran dan selanjutnya siswa bekerja dalam kelompoknya masing-masing untuk
memastikan bahwa semua anggota kelompok telah menguasai pelajaran yang
diberikan. Kemudian siswa melaksanakan tes atau materi yang diberikan dan
mereka harus mengerjakan sendiri tanpa bantuan siswa yang lain.
Kelebihan sistem ini antara lain: (1) siswa lebih mampu
mendengar, menerima, dan menghormati orang lain; (2) siswa mampu
mengidentifikasi perasaannya dan perasaan orang lain; (3) siswa dapat menerima
pengalaman dan dapat dimengerti oleh orang lain; (4) siswa mampu meyakinkan
dirinya untuk orang lain dengan membantu untuk saling memahami dan mengerti.
Pembelajaran kooperatif adalah kerja kelompok dengan unsur
dasar antara lain: (1) ketergantungan positif; (2) akuntabilitas individual;
(3) interaksi tatap muka; (4) keterampilan sosial. Dalam pembelajaran
kooperatif siswa bekerja bersama dalam belajar dan bertanggung jawab atas hasil
pembelajaran yang telah dilakukan. Menekankan pada tujuan dan keberhasilan
kelompok yang hanya dapat dicapai jika semua anggota kelompok memelajari apa
yang telah diajarkan.
4. Apresiasi puisi
Secara leksikal istilah ‘apresiasi’ berasal dari kata
benda appreciation yang berarti pemahaman dan pengenalan yang tepat,
pertimbangan, penilaian, dan pernyataan yang memberikan penilaian, Hormby
(Najid, 202:38). Kamus Oxford Learner memberi makna memahami dan
menikmati atau memahami secara keseluruhan. Pengertian lain menyebutkan bahwa
‘apresiasi’ dapat berarti pengenalan, pemahaman, dan penghargaan terhadap karya
seni. Pengertian ini ditafsirkan dari bahasa lain apreciatio yang
memiliki arti mengindahkan dan menghargai.
Beberapa pendapat tentang pengertian apresiasi dapat
dikemukakan sebagai berikut. Efendi (Najid, 2002:39) mengatakan bahwa apresiasi
dapat diartikan sebagai aktivitas menggauli karya sastra secara sungguh-sungguh
sehingga tumbuh pengertian, penghargaan, kepekaan pikiran kritis, dan kepekaan
perasaan yang baik terhadap karya sastra. Dengan demikian, apresiasi adalah
upaya untuk dapat mengerti karya sastra yang dapat dibaca dengan memahami
maknanya, baik aktual maupun intensional dengan memahami seluk beluk karya
sastra tersebut.
Secara etimologis, puisi berasal dari bahasa Yunani yang
juga dalam bahasa lain ‘poeitas’(latin ‘poeta’), yang berarti membangun,
membentuk atau membuat. Asal kata poeiteoatau poio yang berarti
membangun, menyebabkan, menimbulkan, atau menyair.
Di dalam kamus istilah sastra, Panuti mengatakan bahwa puisi
adalah ragam sastra yang bahasanya terikat oleh irama, matra, rima, serta
penyusunan larik dan bait. Batasan ini tentu tidak berlaku bagi puisi modern
atau kontemorer karena II puisi tersebut memiliki kebebasan bentuk.
Mulyana (Semi, 1998:91) memberikan batasan puisi dengan
menggunakan pendekatan psikolinguistik karena puisi merupakan karya seni yang
tidak saja berhubungan dengan masalah bahasa, tetapi juga berhubungan dengan
masalah jiwa. Dengan pendekatan terebut, beliau menyimpulkan bahwa puisi adalah
sintesis dari berbagai puisi bahasa yang telah tersaring semurni mungkin dan
berbagai proses jiwa yang mencari hakikat pengalamannya tersusun dalam sistem
kerespondesi dalam salah satu bentuk.
Volerdge (Prodopo, 1996:6) mengemukakan bahwa puisi adalah
kata-kata terindah dalam susunan terindah. Wordsworth mempunyai gagasan bahwa
puisi adalah pernyataan perasaan yang imajinatif, yaitu perasaan yang direkakan
atau diragukan.
Berdasarkan batasan-batasan di atas dapat diketahui
garis-garis besar tentang pengertian puisi sebenarnya bahwa di dalam puisi
tersebut terdapat unsur-unsur yang berupa emosi, imajinasi, pemikiran, ide,
nada, irama, kesan pancaindera, susunan kata, kata-kata kias, kepadatan, dan
perasaan yang bercampur baur sehingga definisi puisi itu dapat dirumuskan
sebagai alat untuk mengekspresikan pikiran, membangkitkan perasaan, merangsang
imajinasi pancaindera dalam susunan yang berirama dengan menggunakan bahasa
sebagai mediumnya, sehingga sering kali puisi terkesan romantis.Dengan demikian
beberapa syair lagu dapat digolongkan kedalam ganre puisi, karena beberapa
syair lagu memiliki unsure-unsur seperti di atas. Satu di antara syair lagu
tersebut adalah syair lagu yang berjudul “Saat Terakhir”
karangan grup band ST 12
5. Materi Pembelajaran Apresiasi Pusi
Materi pembelajaran apresiasi puisi dalam kegiatan ini,
sengaja dipilih puisi yang menarik. Puisi yang menarik bagi siswa adalah puisi
yang dikenal siswa dan temanya sesuai dengan usia siswa. Untuk itu guru sengaja
memilih syair lagu Saat Terakhir, ST 12 yang sedang popular. Lirik
lagu Saat Terakhir ST 12 memiliki unsure estetis dan puitis, selain
itu video klip lagu “Saat Terakhir” digunakan sebagai soundtrack sinetron
yang ditayangkan satu di antara TV swasta di Indonesia, sehingga
diasumsikan syair lagu Saat Terakhir tidak asing di telinga siswa.
Dengan menggunakan syair lagu “Saat Terakhir”,sebagai bahan
pembelajaran apresiasi puisi, siswa dapat mengaplikasikan pengetahuannya
tentang unsure-unsur pembangun puisi untuk berdiskusi dengan kelompoknya,
mengidentifikasi unsure-unsur puisi yang terkandung dalam syair lagu, dan
memperoleh konsep pembangun puisi yang terkandung dalam syair lagu “Saat
Terakhir”.
0 komentar:
Posting Komentar