Minggu, 25 Mei 2014

Apresiasi Puisi


Pengajaran puisi menjadi bagian tidak terpisahkan dari pengajaran sastra, sedangkan pengajaran sastra menjadi bagian dari pengajaran Bahasa dan Sastra Indonesia. Kenyataan ini menunjukkan bahwa pengajaran sastra termasuk di dalamnya pengajaran puisi tidak berdiri sendiri, melainkan menjadi bagian tidak terpisahkan dari pengajaran bahasa dan sastra Indonesia.


Dunia pendidikan yang tidak lepas dari pengajaran sastra, khususnya dalam pengajaran apresiasi puisi di kalangan pelajar mulai dari tingkat SD sampai SMU belum mendapatkan hasil yang memadai. (Rahmanto,1996:46) menyatakan bahwa pengajaran sastra terlalu menekankan pada sejarah sastra dan kurang membawa anak didik ke dalam apresiasi sastra, sehingga sasaran akhirnya dalam wujud pembinaan apresiasi sastra belum dapat tercapai. Sampai saat ini, ternyata belum tercapai seperti yang diharapkan, apresiasi di kalangan pelajar yang mengecewakan. Pengajaran puisi di sekolah sering menekankan pada teori-teori puisi dan kurang membawa anak didik ke arah apresiasi puisi. Seringkali guru dalam mengajar menggunakan metode alamiah, yaitu menyuruh siswa membaca puisi dan menjawab soal-soal yang ada kaitannya dengan puisi tersebut. Guru tidak mengarahkan bagaimana cara untuk membaca, mengapresiasi dan menginterpretasi puisi yang baik. Hal tersebut menyebabkan siswa di sekolah lebih suka membaca cerpen, novel, atau membaca koran daripada menikmati (membaca) puisi.

Sebagian besar siswa atau mahasiswa membaca cerita rekaan dan amat jarang membaca kumpulan puisi. Alasan yang dikemukakan para siswa adalah dalam mebaca puisi, siswa sukar menangkap maksud dan menikmati keindahannya. Salah satu kesulitan dalam menangkap makna dan keindahan puisi ditentukan oleh ketidakmampuan siswa dalam mencermati unsur intrinsik. Padahal pemaknaan unsur intrinsik merupakan hal yang mendasar yang perlu dikuasai oleh siswa sebelum memahami hal-hal lainnya. Kesulitan memahami unsur intrinsik banyak dialami oleh siswa SMA. Seperti yang dialami oleh siswa SMAN 16 Surabaya. Oleh sebab itu, selayaknya siswa SMA diberi bekal pemahaman tentang unsur intrinsik puisi. Pembekalan itu diawali oleh pemahaman atas puisi yang digemari dan disukai oleh siswa itu sendiri.

Untuk mencapai hasil yang memadai, pengajaran puisi memerlukan pemikiran yang sungguh-sungguh, perencanaan, dan pengaturan yang tersusun secara menyeluruh dan sistematis dalam mengapresiasikannya. Pengajaran apresiasi puisi bukanlah sekedar memindahkan pengetahuan guru kepada anak didiknya, akan tetapi menambah atau mengasuh kepekaan siswa baik dari segi emosional, imajinasi, dan dari segi estetikanya. Pengajaran puisi di sekolah tidak bertujuan untuk mencetak siswa menjadi pujangga, tetapi diarahkan pada pembentukan manusia yang memiliki kepekaan dan wawasan tentang keindahan puisi.
Pengajaran puisi yang menekankan pada apresiasi puisi dengan menerapkan teori-teori puisi sebagai sarana penunjang dalam usaha membina kemampuan apresiasi anak didik, dapat mengantarkan siswa menjadi apresiator yang baik, hingga mampu menggauli nilai-nilai yang terdapat pada puisi.

Menyadari betapa pentingnya manfaat mengapresiasi dan menginterpretasi makna puisi, serta kurang berhasilnya pengajaran sastra dapat menimbulkan beberapa pendapat tentang perlunya diadakan penelitian terhadap pengajaran sastra khususnya pengajaran apresiasi puisi di sekolah.

Kondisi tersebut mengharuskan siapa saja yang bermaksud menyusun, melaksanakan dan mengevaluasi program pengajaran sastra di SMA, termasuk program pengajaran puisi baik secara langsung maupun tidak langsung, terikat oleh konsep dan ketentuan pengajaran bahasa dan sastra Indonesia. Konsep dan ketentuan pengajaran bahasa dan sastra Indonesia yang dimaksud adalah kurikulum pengajaran bahasa dan sastra Indonesia untuk SMA.

Puisi merupakan jenis sastra imajinatif yang mengutamakan unsur fiksionalitas, nilai seni, dan rekayasa bahasa (Najid, 2002: 18). Komunikasi dalam puisi berbeda dengan komunikasi dalam prosa, karena makna puisi bukan menunjukkan pada apa yang tersurat, tetapi juga menunjukkan pada apa yang tersirat.
Dalam usaha memahami apa yang tersurat dan tersirat, seorang pembaca harus mampu mengapresiasi dan menafsirkan unsur-unsur pembentuk puisi, yaitu unsur intrinsik dan unsur ekstrinsik dengan tepat. Kegiatan mengapresiasi dan menafsirkan unsur pembentuk puisi tersebut, pada dasarnya merupakan langkah awal dalam usaha memahami makna yang terkandung dalam sebuah puisi.

1. Pembelajaran Kontekstual
Pembelajaran kontekstual merupakan suatu konsepsi yang membantu guru untuk mengaitkan konteks mata pelajaran dengan situasi dunia nyata dan memotivasi siswa untuk membuat hubungan antara pengetahuan dan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga, warga negara, dan tenaga kerja (Nurhadi, 2004:13).
Pembelajaran kontekstual atau yang disebut juga CTL merupakan suatu reaksi terhadap suatu teori yang pada dasarnya behavioristik dan telah mendominasi pendidikan selama puluhan tahun. Proses pembelajaran ini berlangsung alamiah dalam bentuk kegiatan siswa bekerja dan mengalami, bukan transfer pengetahuan dari guru ke siswa. Strategi pembelajaran lebih dipentingkan daripada hasil. Dalam konteks ini, siswa perlu mengerti apa makna belajar, apa manfaatnya dalam status mereka, dan bagaimana untuk mencapainya.
Siswa sadar bahwa yang mereka pelajari berguna bagi hidupnya nanti. Dengan begitu mereka memosisikan sebagai diri sendiri yang memerlukan suatu bekal untuk hidupnya nanti. Mereka mempelajari apa yang bermanfaat bagi dirinya dan berusaha menggapainya. Dalam upaya itu, mereka memerlukan guru sebagai pribadi pengarah dan pembimbing.
Menurut Zahorik (Nurhadi, 2002:7) ada lima elemen yang harus diperhatikan dalam praktik pembelajaran berpendekatan kontekstual, antara lain:
Ø  Aktivasi pengetahuan yang sudah ada (activating knowledge).
Ø  Pemerolehan pengetahuan baru  (acquiring knowledge) yaitu dengan cara menyusun (a) konsep sementara (hipotesis); (b) melakukan sharing kepada orang lain agar mendapatkan tanggapan (validasi) dan atas dasar tanggapan itu; (c) konsep tersebut direvisi dan dikembangkan.
Ø  Mempraktikkan pengetahuan dan pengalaman tersebut (applying knowledge).
Ø  Melakukan refleksi (reflecting knowledge) terhadap strategi pengembangan pengetahuan tersebut.

2. Strategi Pelaksanaan Pembelajaran Kontekstual
Pembelajaran kontekstual akan berjalan efektif jika guru berperan dengan baik dalam hal merencanakan, mengimplementasikan, merefleksikan, dan menyempurnakan pembelajaran kontekstual yaitu:
Ø  Mengutamakan pada pemecahan masalah. Pembelajaran diawali dengan mengajukan masalah nyata yang kondusif dengan keluarga siswa, pengalaman, lingkungan, dan masyarakat yang mempunyai arti penting bagi siswa. Dengan demikian siswa akan berpikir kritis dan sistematis dalam menemukan permasalahan serta pemecahannya.
Ø  Menyadari bahwa kebutuhan belajar siswa terjadi di rumah, di masyarakat, ataupun di tempat kerja. Pengetahuan siswa akan bertambah jika siswa memelajari dari lingkungan yang berbeda. Hal ini dapat menambah kepekaan siswa dalam berinteraksi dengan lingkungan sekitar.
Ø  Berusaha memonitor dan mengarahkan siswa menjadi pembelajar yang mandiri, dengan memberikan kesempatan melakukan uji coba. Sehingga suatu masalah dapat dimanfaatkan sebagai suatu pengalaman yang tidak terlapas dari bimbingan guru.
Ø  Menyadari bahwa setiap siswa memiliki keheterogenan dalam konteks hidupnya. Dengan perbedaan tersebut dapat dimanfaatkan untuk belajar sekaligus menambah kompleksitas pembelajaran itu sendiri. Melalui kerjasama dalam aktivitas kelompok belajar yang beragam, siswa dapat membangun keterampilan interpersonal, yaitu berpikir melalui komunikasi dengan orang lain.
Ø  Guru harus bertindak sebagai fasilitator, pelatih, dan pembimbing akademis dalam mendorong siswa untuk melakukan kerjasama dalam belajar. Lingkungan pembelajaran terbentuk dalam tempat kerja dan sekolah kaitannya dengan suatu usaha untuk bersama-sama menggunakan pengetahuan, memusatkan tujuan pembelajaran dan memperkenankan semua orang untuk belajar dari sesamanya.
Ø  Menggunakan penelitian autentik (authentic assessment). Selain mengukur seberapa banyak pengetahuan yang telah dikumpulkan oleh siswa, penilaian ini diharapkan pada akhirnya siswa akan mampu menggunakan pengetahuannya untuk memecahkan masalah di kehidupan nyata meskipun tarafnya sederhana.

3. Pembelajaran Kooperatif dalam Sistem STAD
STAD (Student Teams Achievment Devision) merupakan salah satu sistem pembelajaran kooperatif yang di dalamnya dibentuk kelompok belajar antar siswa yang terdiri dari empat hingga lima anggota yang mewakili siswa dengan jenis kelamin dan tingkat kemampuan yang berbeda. Guru memberikan pelajaran dan selanjutnya siswa bekerja dalam kelompoknya masing-masing untuk memastikan bahwa semua anggota kelompok telah menguasai pelajaran yang diberikan. Kemudian siswa melaksanakan tes atau materi yang diberikan dan mereka harus mengerjakan sendiri tanpa bantuan siswa yang lain.
Kelebihan sistem ini antara lain: (1) siswa lebih mampu mendengar, menerima, dan menghormati orang lain; (2) siswa mampu mengidentifikasi perasaannya dan perasaan orang lain; (3) siswa dapat menerima pengalaman dan dapat dimengerti oleh orang lain; (4) siswa mampu meyakinkan dirinya untuk orang lain dengan membantu untuk saling memahami dan mengerti.
Pembelajaran kooperatif adalah kerja kelompok dengan unsur dasar antara lain: (1) ketergantungan positif; (2) akuntabilitas individual; (3) interaksi tatap muka; (4) keterampilan sosial. Dalam pembelajaran kooperatif siswa bekerja bersama dalam belajar dan bertanggung jawab atas hasil pembelajaran yang telah dilakukan. Menekankan pada tujuan dan keberhasilan kelompok yang hanya dapat dicapai jika semua anggota kelompok memelajari apa yang telah diajarkan.

4. Apresiasi puisi
Secara leksikal istilah ‘apresiasi’ berasal dari kata benda appreciation yang berarti pemahaman dan pengenalan yang tepat, pertimbangan, penilaian, dan pernyataan yang memberikan penilaian, Hormby (Najid, 202:38). Kamus Oxford Learner memberi makna memahami dan menikmati atau memahami secara keseluruhan. Pengertian lain menyebutkan bahwa ‘apresiasi’ dapat berarti pengenalan, pemahaman, dan penghargaan terhadap karya seni. Pengertian ini ditafsirkan dari bahasa lain apreciatio yang memiliki arti mengindahkan dan menghargai.
Beberapa pendapat tentang pengertian apresiasi dapat dikemukakan sebagai berikut. Efendi (Najid, 2002:39) mengatakan bahwa apresiasi dapat diartikan sebagai aktivitas menggauli karya sastra secara sungguh-sungguh sehingga tumbuh pengertian, penghargaan, kepekaan pikiran kritis, dan kepekaan perasaan yang baik terhadap karya sastra. Dengan demikian, apresiasi adalah upaya untuk dapat mengerti karya sastra yang dapat dibaca dengan memahami maknanya, baik aktual maupun intensional dengan memahami seluk beluk karya sastra tersebut.
Secara etimologis, puisi berasal dari bahasa Yunani yang juga dalam bahasa lain ‘poeitas’(latin ‘poeta’), yang berarti membangun, membentuk atau membuat. Asal kata poeiteoatau poio yang berarti membangun, menyebabkan, menimbulkan, atau menyair.
Di dalam kamus istilah sastra, Panuti mengatakan bahwa puisi adalah ragam sastra yang bahasanya terikat oleh irama, matra, rima, serta penyusunan larik dan bait. Batasan ini tentu tidak berlaku bagi puisi modern atau kontemorer karena II puisi tersebut memiliki kebebasan bentuk.
Mulyana (Semi, 1998:91) memberikan batasan puisi dengan menggunakan pendekatan psikolinguistik karena puisi merupakan karya seni yang tidak saja berhubungan dengan masalah bahasa, tetapi juga berhubungan dengan masalah jiwa. Dengan pendekatan terebut, beliau menyimpulkan bahwa puisi adalah sintesis dari berbagai puisi bahasa yang telah tersaring semurni mungkin dan berbagai proses jiwa yang mencari hakikat pengalamannya tersusun dalam sistem kerespondesi dalam salah satu bentuk.
Volerdge (Prodopo, 1996:6) mengemukakan bahwa puisi adalah kata-kata terindah dalam susunan terindah. Wordsworth mempunyai gagasan bahwa puisi adalah pernyataan perasaan yang imajinatif, yaitu perasaan yang direkakan atau diragukan.
Berdasarkan batasan-batasan di atas dapat diketahui garis-garis besar tentang pengertian puisi sebenarnya bahwa di dalam puisi tersebut terdapat unsur-unsur yang berupa emosi, imajinasi, pemikiran, ide, nada, irama, kesan pancaindera, susunan kata, kata-kata kias, kepadatan, dan perasaan yang bercampur baur sehingga definisi puisi itu dapat dirumuskan sebagai alat untuk mengekspresikan pikiran, membangkitkan perasaan, merangsang imajinasi pancaindera dalam susunan yang berirama dengan menggunakan bahasa sebagai mediumnya, sehingga sering kali puisi terkesan romantis.Dengan demikian beberapa syair lagu dapat digolongkan kedalam ganre puisi, karena beberapa syair lagu memiliki unsure-unsur seperti di atas. Satu di antara syair lagu tersebut adalah syair lagu yang berjudul  “Saat Terakhir” karangan grup band ST 12

5. Materi Pembelajaran Apresiasi Pusi
Materi pembelajaran apresiasi puisi dalam kegiatan ini, sengaja dipilih puisi yang menarik. Puisi yang menarik bagi siswa adalah puisi yang dikenal siswa dan temanya sesuai dengan usia siswa. Untuk itu guru sengaja memilih syair lagu Saat Terakhir, ST 12 yang sedang popular. Lirik lagu Saat Terakhir ST 12 memiliki unsure estetis dan puitis, selain itu video klip lagu “Saat Terakhir” digunakan sebagai soundtrack sinetron yang ditayangkan  satu di antara TV swasta di Indonesia, sehingga diasumsikan syair lagu Saat Terakhir tidak asing di telinga siswa. Dengan menggunakan syair lagu “Saat Terakhir”,sebagai   bahan pembelajaran apresiasi puisi, siswa dapat mengaplikasikan pengetahuannya tentang unsure-unsur pembangun puisi untuk berdiskusi dengan kelompoknya, mengidentifikasi unsure-unsur puisi yang terkandung dalam syair lagu, dan memperoleh konsep pembangun puisi yang terkandung dalam syair lagu “Saat Terakhir”.

0 komentar:

Posting Komentar

Template by:

Free Blog Templates